International Islamic University
INTERNATIONAL ISLAMIC UNIVERSITY
I.
Pendahuluan Peran
perguruan tinggi sangat penting untuk memacu pembangunan manusia Indonesia
menjadi lebih baik. Perguruan tinggi adalah ujung tombak dalam memperbaiki daya
saing Indonesia berhadapan dengan negara lain di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Karena itu, pemerintah berupaya
untuk memacu pembangunan manusia terutama melalui jalur pendidikan, khususnya
pendidikan tinggi. Dalam menghadapi tantangan yang cukup berat di masa
mendatang kita harus menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang memiliki
keterampilan dan berdaya saing tinggi.
Oleh karena itu perguruan tinggi harus
menyiapkan sumber daya manusia yang kompotitif, berkualitas dan berkapasitas
dalam bidangnya, untuk menunjang daya saing bangsa serta mampu memecahkan
problem yang dihadapi masyarakat. Dimana, sebut dia, suatu daerah dan negara yang
hebat dan besar serta maju tidak terlepas dari peranan atau didukung oleh
perguruan tinggi yang hebat. Ia mencontohkan Amerika Serikat sebagai salah satu
negara yang besar dan hebat, di topang dan di dukung beberapa perguruan tinggi
besar dan hebat, demikian juga Jepang. Dalam 10
tahun terakhir ada fenomena baru di kalangan umat Islam, yaitu tidak lagi
memandang lembaga pendidikan Islam sebagai kelas dua disusul minat masuk
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) makin tinggi. Terlebih lagi di
PTAIN sudah diintegrasikan berbagai disiplin ilmu agama dan umum ke dalam
perguruan tinggi Islam. Kementerian Agama pun tidak lagi mengotak kotakkan ilmu
agama dan umum. Karena itu, kini mahasiswa dari madrasah atau berasal dari
pondok pesantren bisa belajar ilmu kedokteran. Lima tahun silam Kementerian Agama juga sudah memproyeksikan
dua universitas Islam negeri (UIN) di Indonesia menjadi perguruan tinggi
bertaraf internasional, yakni UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan UIN Maulana
Malik Ibrahim, Malang. Hal ini tentu saja sangat membanggakan dan berharap
menular ke UIN - UIN yang lain. Di UIN Malang saat ini terdapat sejumlah
mahasiswa dari 30 negara. Banyaknya mahasiswa luar negeri, termasuk dari Timur
Tengah: Libia, Mesir dan Afrika yang kuliah di universitas Islam itu
menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia maju pesat luar biasa. Sebelum
mengikuti materi kuliah, mahasiswa asing ikut pelajaran Bahasa Indonesia.
Mereka itu ditampung di asrama mahasiswa yang sudah disediakan.
Kementerian
Agama saat ini terus melakukan peningkatan kualitas lembaga pendidikan yang
dikelolanya. Untuk pendidikan tinggi agama Islam, kementerian itu mengambil
kebijakan baru yaitu meningkatkan pelayanan agar mampu menyerap dan melayani
tuntutan publik menuntut ilmu agama. Untuk itulah maka beberapa lembaga
pendidikan seperti Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) didorong peningkatan kualitas dan statusnya. IAIN
ditingkatkan statusnya menjadi UIN. Contohnya IAIN Sunan Ampel menjadi UIN
Sunan Ampel. Belum lama ini juga IAIN Aceh telah beralih status menjadi UIN.
Kemudian, IAIN di Sumatera Utara berubah UIN, begitu seterusnya.
Tentu
saja perubahan status perguruan tinggi agama Islam tersebut tidak diumbar, atau
ditingkatkan statusnya tanpa mengindahkan aturan dan memperhatikan kualiasnya.
Realitasnya, perguruan tinggi belum melayani keinginan banyak pihak yang
menempuh pendidikan .Padahal, dari tahun ke tahun minat mahasiswa memasuki
perguruan tinggi sangat luar biasa. Program lainnya, yakni pemerataan model
pendidikan UIN antara Indonesia Barat dan Indonesia Timur. Kementerian Agama
memandang bahwa pendidikan di barat tidak boleh sama dengan timur karena
kondisinya yang berbeda. Jelas, semua umat Islam menghendaki agar pendidikan
Islam menjadi yang terbaik, berkualitas. Ilmu yang dikembangkan di perguruan
tinggi bersifat komprehensif dan sempurna, yaitu meliputi ilmu untuk bekal
kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Mahasiswa
yang belajar di lembaga pendidikan Islam digambarkan bahwa di tangan kanannya
memegang kitab suci, sementara itu di tangan kirinya buku-buku ilmiah dan
panduan untuk mengembangkan keterampilan. Dalam bahasa lainnya bahwa antara
nalar, hati, dan ketrampilannya dikembangkan secara bersama-sama dan seimbang.
Tentu beban itu berat, tetapi hasilnya cukup dijadikan bekal hidup, baik di
dunia maupun di akhirat. Harapan ideal itu sebenarnya sudah terbukti bisa
dijangkau dan dicapai.
Di
Indonesia tidak sedikit tokoh yang menguasai sumber ajaran Islam, yaitu Al
Quran dan hadis nabi tetapi mereka sebagai seorang dokter, ahli fisika, kimia,
biologi, sosiolog, sejarawan, ahli di bidang teknologi, dan lain-lain. Mereka
yang memiliki kekayaan ilmu sebagaimana digambarkan itu, mengutip pernyataan
mantan Rektor Universitas Islam Negeri Malik Ibrahim Malang, Imam Suprayogo,
ternyata banyak yang belajar di pesantren dan merangkap di sekolah umum, atau
perguruan tinggi. Akhirnya, mereka dikenal sebagai seorang ulama dan sekaligus
intelektual. Untuk memperoleh kemampuan dimaksud, para siswa atau mahasiswa
sendiri yang berinisiatif, dan bukan berasal dari konsep yang dirancang oleh
lembaga pendidikan sendiri.[1] Melihat
realitas tersebut, maka apakah perlu adanya Perguruan Tinggi Islam berskala
Internasional di Indonesia ?
II. Universitas Islam Internasional Indonesia
(UIII)1. Latar belakang berdirinya Seiring
meningkatkan pengakuan masyarakat akademik internasional atas Islam di
Indonesia, pemerintah menjadikan Indonesia sebagai pusat penelitian dan
pengembangan, alternatif pemecahan masalah kemanusiaan, mozaik budaya dan
peradaban dunia, serta inspirasi bagi terciptanya tata dunia baru yang damai,
ramah, demoktratis, dan berkeadilan. Harus diakui bahwa isu pluralisme kadang
menjadi komoditas berita hangat, diperbincangkan melibatkan para tokoh agama
dan masyarakat tatkala mencuat peristiwa intoleransi di suatu tempat.
Namun,
suatu saat mendingin disertai peringatan tetap waspada akan hadirnya provokator
yang mengusik ketenangan di masyarakat. Perbedaan karena suku, agama, ras dan
antar golongan -- yang kemudian dikenal sebagai SARA -- sesungguhnya tidak
perlu menjadi isu yang ditanggapi secara berlebihan. Sebab, untuk memelihara
kerukunan tersebut para pendiri bangsa ini telah merumuskan dalam kata yang
sedemikian mudah dipahami, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Dengan begitu, kehidupan berbhineka atau
disebut plural itu sebenarnya sudah terbiasa bagi rakyat Indonesia sejak
dahulu. Di dalam satu kantor, sekolah, kampus atau lainnya terdapat berbagai
jenis suku, bahasa daerah, adat istiadat dan lain-lain adalah dianggap lazim.
Perbedaan tersebut tidak menjadi halangan dalam mendapatkan rasa keadilan.
Memahami
kenyataan tersebut maka pluralisme bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukan
sesuatu yang baru dan aneh. Oleh karena itu, bangsa Indonesia tidak perlu
belajar konsep pluralisme ke negara atau bangsa lain, tetapi seharusnya justru
sebaliknya, yaitu menjadi guru tentang kehidupan yang majemuk, bhineka, atau
plural. Hal demikian itu, menurut Imam Suprayogo, karena bangsa Indonesia sudah
lama menjalankan konsep itu.[2] Kenyataannya
pun tidak ada hal yang tidak terselesaikan dari adanya perbedaan sebagaimana
dimaksudkan itu. Jika ditarik ke konsep Islam Nusantara, Indonesia -- yang
paling menghormati dan menjunjung ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin, maka
sebagai pembawa kedamaian bagi semesta alam -- sudah tentu memiliki berbagai
kelebihan dari kemajemukan yang ada. Karena itulah, lembaga pendidikan berbasis
agama (agama lain) di Tanah Air berkembang pesat. Bukan hanya di lingkup
perguruan tinggi agama Islam, agama lain pun memiliki perguruan tinggi dengan
dasar akidah masing-masing.
Laman
Sekretariat Kabinet RI menyebut: "Ke depan, Indonesia perlu menjadi salah
satu pusat peradaban Islam di dunia dan mengenalkannya kepada dunia
internasional melalui jalur dan jenjang pendidikan tinggi yang memenuhi standar
internasional." Atas dasar pertimbangan tersebut, Presiden Joko Widodo
(Jokowi) pada 29 Juni 2016 menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 57
Tahun 2016 tentang pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia, yang
selanjutnya disingkat UIII. [3] Sesuai
namanya, perguruan tinggi itu jelas berstandar internasional dan menjadi model
pendidikan tinggi Islam terkemuka dalam pengkajian keIslaman strategis yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama, bunyi Pasal 1 ayat
(2) Perpres tersebut. Untuk mewujudkan perguruan tinggi berstandar
internasional, UIII juga mempunyai tugas utama menyelenggarakan program
magister dan doktor bidang studi ilmu agama Islam. Selain menyelenggarakan
program pendidikan tinggi ilmu agama Islam sebagaimana dimaksud dalam Perpres
ini, UIII dapat menyelenggarakan program magister dan doktor bidang studi
ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta sains dan teknologi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan, pendanaan penyelenggaraan
UIII bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan non-anggaran
pendapatan dan belanja negara, dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perguruan tinggi negeri badan hukum.[4]2. Analisis Universitas Islam Internasional
Indonesia
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 4
ayat 1 menyebutkan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar”.[5]
Hal ini menunjukkan bahwa segala keputusan yang dilakukan Presiden tidak boleh menyimpang
dari UUD 1945. Penetapan Peraturan Presiden tentang Pendirian Universitas Islam
Internasional Indonesia tidak menyalahi UUD 1945. Apalagi dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dasar pertimbangan pendirian UIII
antara lain; Islam telah tumbuh dan berkembang menjadi agama yang dipeluk
sebagian besar penduduk Indonesia, mempunyai karakter yang plural, terbuka, dan
toleran, mempengaruhi dan memberikan inspirasi bagi proses konsolidasi bangsa
dan demokrasi, serta menjadi basis budaya dan peradaban di Indonesia. Agama
Islam sudah menjiwa dalam bangsa Indonesia dari semua aspek. Bahkan Islam
menjadi pendorong terbentuknya sebuah negara yang mengedepankan persatuan dan
kesatuan bangsa. Bahwa dalam rangka meningkatkan pengakuan
masyarakat akademik internasional atas Islam di Indonesia dan menempatkannya
sebagai salah satu unsur penting peradaban dunia, perlu menjadikan Islam di
Indonesia sebagai pusat penelitian dan pengembangan, alternatif pemecahan
masalah kemanusiaan, mozaik budaya dan peradaban dunia, serta inspirasi bagi
terciptanya tata dunia baru yang damai, ramah, demoktratis, dan berkeadilan.
Islam di Indonesia dipandang sebagai ajaran yang berkemajuan, mampu
mengimplementasikan ajarannya dalam setiap perubahan global. Bahwa Indonesia perlu menjadi
salah satu pusat peradaban Islam di dunia dan mengenalkannya kepada dunia
internasional melalui jalur dan jenjang pendidikan tinggi yang memenuhi standar
internasional. Melalui beberapa pertimbangan tersebut, maka perlu adanya aksi
nyata untuk membumikan Islam melalui Pendidikan Tinggi Internasional yang
dikenal dengan Universitas Islam Internasional Indonesia atau disingkat dengan
UIII. UIII merupakan perguruan tinggi yang berstandar internasional dan menjadi
model pendidikan tinggi Islam terkemuka dalam pengkajian keIslaman strategis
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama.
Menurut Perpres tersebut, UIII
dikelola sebagai perguruan tinggi negeri badan hukum, dan pembinaannya
dilakukan secara teknis akademis oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agama dan kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Pendidikan Tinggi.[6]
Sementara dalam mewujudkan perguruan tinggi yang berstandar internasional
sebagaimana dimaksud dan dalam diplomasi luar negeri, difasilitasi oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hubungan luar
negeri.
Adapun menteri memiliki tugas dan
wewenang mengatur mengenai; sistem pendidikan tinggi, anggaran pendidikan
tinggi, hak mahasiswa, akses yang berkeadilan, mutu pendidikan tinggi,
relevansi hasil pendidikan tinggi, dan ketersediaan pendidikan tinggi. [7] Perpres itu juga menegaskan, UIII
mempunyai tugas utama menyelenggarakan program magister dan doktor bidang studi
ilmu agama Islam. Selain menyelenggarakan program pendidikan tinggi ilmu agama
Islam sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, UIII dapat menyelenggarakan
program magister dan doktor bidang studi ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta
sains dan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun pendanaan penyelenggaraan
UIII, menurut Perpres ini, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Non Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perguruan Tinggi Negeri
Badan Hukum.[8] Maka didalam mendirikan perguruan
tinggi juga harus memperhatikan aturan-aturan yang mengatur perguruan tinggi di
Indonesia. Aturan-aturan tersebut
tertuang di dalam Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2012 tentang
pendidikan tinggi. Diantara yang menjadi pertimbangan dalam pendirian perguruan
tinggi sebagaimana tertera dalam Undang-undang tersebut adalah bahwa pendidikan
tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran strategis
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan
dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan.[9] Dalam Undang-undang tersebut
disebutkan pula bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi
globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual,
ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis,
berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa.[10]
Maka apapun bentuknya perguruan tinggi harus menerapkan tridharma perguruan
tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat. UIII harus bisa menyelenggarakan
pendidikan akademik dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam berbagai
rumpun ilmu pengetahuan dan / atau teknologi dan jika memenuhi syarat,
Universitas dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. Sebagaimana tertera di
dalam peraturan pemerintah nomor 4 tahun 2014 tentang penyelenggaraan pendidikan
tinggi dan pengelolaan perguruan tinggi.[11]
UIII harus mampu menyajikan di ranah Internasional sebagai Universitas yang
membentuk manusia seutuhnya dunia dan akherat. Oleh karenanya selain
menyelenggarakan program pendidikan tinggi ilmu agama Islam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Perpres Nomor 57 Tahun 2016, UIII dapat menyelenggarakan
program magister dan doktor bidang studi ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta
sains dan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Walaupun demikian Perguruan
Tinggi di Indonesia tidak boleh lepas dari Misi dati PT itu sendiri, yaitu Misi
utama Pendidikan Tinggi adalah mencari, menemukan, menyebarluaskan, dan
menjunjung tinggi kebenaran. Agar misi tersebut dapat diwujudkan, maka
Perguruan Tinggi sebagai penyelenggara Pendidikan Tinggi harus bebas dari
pengaruh, tekanan, dan kontaminasi apapun seperti kekuatan politik dan/atau
kekuatan ekonomi, sehingga Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, dapat dilaksanakan berdasarkan
kebebasan akademik dan otonomi keilmuan.[12] Jika Tri dharma PT yang dijadikan
salah satu landasannya, maka output PT,
setidak-tidaknya juga berkaitan dengan ketiga hal tersebut yaitu; Pertama,
Sumber Daya Manusia (SDM) unggul. SDM unggul harus dihasilkan oleh Perguruan
Tinggi berdasarkan bidang keahlian atau kompetensi yang dikembangkan oleh PT
tersebut, lebih-lebih PT yang berlabel Internasional. Kedua, hasil
penelitian yang dilakukan para SDM unggul yang dimiliki PT tersebut berdasarkan
bidangnya masing-masing. Berbagai temuan penelitian ini akan memperkaya
khasanah pengetahuan, sehingga PT diharapkan mampu memecahkan berbagai
persoalan di masyarakat yang didasarkan pada kajian ilmiah. Ketiga, PT
juga harus memberikan pelayanan atau pengabdiannya kepada masyarakat. Hasil
kajian atau penelitian tersebut diharapkan dapat diimplementasikan untuk
kemajuan masyarakat dunia internasional.[13] Terlebih lagi sebuah “Universitas
Islam Internasional”, maka harus bisa menanamkan nilai-nilai peradaban Islam
disamping ilmu pengetahuan dan teknologi. UIII harus bisa menunjukkan kepada
dunia internasional bahwa agama Islamlah yang bisa menanamkan nilai-nilai luhur
kemanusiaan. Kehadiran Islam di dunia bisa ditemukan oleh siapa saja. Kata
Emha, tatkala seseorang mencangkul tanah
maka akan takjub dengan keagungan Allah SWT. Ketika menatapi hutan belantara,
keremangan senja dan hamparan bintang-bintang maka akan terkagum dengan
keindahan pencipta-Nya dan ketik apa saja maka akan menemukan Allah SWT.[14] UIII juga harus tidak lepas dari
hakekat pendidikan Islam itu sendiri. Selaku manusia yang diberi amanah sebagai
khalifatullah (pembentuk peradaban) maka peradabannya harus bisa tertuju kepada
sang Pencipta karena manusia sebagai hambaNya (abdullah).[15]
Tugas manusia diciptakan adalah untuk mengabdi kepadaNya.$tBur àMø)n=yz
£`Ågø:$# }§RM}$#ur
wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9
ÇÎÏÈ
Artinya
: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (QS.Ad-Dzariyat:56)[16] Untuk mewujudkan peradaban pada
hakekatnya tidak terlepas dari tujuan diciptakannya manusia itu sendiri, karena
peradaban sebagai proses eksistensi manusia, yang melibatkan akalnya yang
berjalan dengan kesatuan pikiran dan qalbu dalam perbuatan. Perintah patuh dan tunduk kepada Allah, sesungguhnya
bukan untuk kepentingan Allah. Patuh atau tidaknya manusia kepada Allah, sama
sekali tidak mengurangi kekuasaan dan kemuliaan Allah SWT. Kaitannya dengan
pembentukan peradaban adalah memamhami dan merunungkan ayat-ayatNya yang
terdapat di alam semesta, manusia dan sejarah serta firman-firmanNya dalam
al-Qur’an, untuk mengambil manfaatnya bagi kesejahteraan dan kemakmurn hidup di
dunia.[17] Karakter
masyarakat bangsa Indonesia yang plural, majemuk dan toleran sebagai dasar pertimbangan
berdirinya UIII tersebut di atas, tidak boleh lepas kontrol dalam segala aspek
termasuk dalam aspek ibadah. Orang Islam harus yakin seyakin yakinnya bahwa
agama Allah (dinullah) adalah nama agama Allah yang sudah diwahyukan sejak nabi
Adam as. Dalam pengertian ini seluruh nabi-nabi dan para pengikutnya adalah
Muslimun. Tatkala orang-orang Yahudi dan Nasrani berebut mengklaim bahwa nabi
Ibrahim adalah pemeluk agama mereka, Allah membantahnya dan mengatakan Ibrahim
itu Muslim.[18] Dalam pengertian
seperti itulah Allah menegaskan bahwa agama Allah hanya satu yaitu Islam dan
barangsiapa mencari agama selain Islam pasti tidak akan diterima Allah SWT.
Ijtihad-ijtihad
yang dilakukan para mahasiswa UIII tidak bersifat abslt, tapi bersifat relatif,
dalam pengertian selalu terbuka untuk menerima koneksi dengan argumen-argumen
yang lebih kuat. Tentu saja ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an
dan Sunnah. Ajaran Islam ada yang bersifat statis dan ada yang bersifat
dinamis. Yang bersifat statis itu adalah aspek aqidah, ibadah dan akhlak, dalam
pengertian nilai baik buruknya tidak berubah, tapi manifestasinya bisa berubah.
Sedangkan yang bersifat dinamis adalah sebagian besar aspek mu’amalah (politik,
ekonomi, sosial, budaya, hankam, dll).[19] III. Kesimpulan Dari pembahasan tersebut di atas,
penulis menarik beberapa kesimpulan sekaligus rekomendasi antara lain sebagai
berikut;1. UIII
didirikan atas pertimbangan;a. Islam telah tumbuh
dan berkembang menjadi agama yang dipeluk sebagian besar penduduk Indonesia,
mempunyai karakter yang plural, terbuka, dan toleran, memengaruhi dan
memberikan inspirasi bagi proses konsolidasi bangsa dan demokrasi, serta
menjadi basis budaya dan peradaban di Indonesia;b. Dalam rangka
meningkatkan pengakuan masyarakat akademik internasional atas Islam di
Indonesia dan menempatkannya sebagai salah satu unsur penting peradaban dunia,
perlu menjadikan Islam di Indonesia sebagai pusat penelitian dan pengembangan,
alternatif pemecahan masalah kemanusiaan, mozaik budaya dan peradaban dunia,
serta inspirasi bagi terciptanya tata dunia baru yang damai, ramah,
demoktratis, dan berkeadilan.c. Bahwa Indonesia
perlu menjadi salah satu pusat peradaban Islam di dunia dan mengenalkannya
kepada dunia internasional melalui jalur dan jenjang pendidikan tinggi yang
memenuhi standar internasional.2. Pendirian UIII tetap
harus mengedepan out put manusia sebagai khalifatullah dalam melaksanakan
tanggungjawabnya sebagai abdullah (hamba Allah) di muka bumi. Kurikulum yang
diberikan pada UIII adalah manifestasi ajaran Islam secara Kaffah (dinamis),
dan bukan hanya pada dataran ajaran Islam yang bersifat statis. Ajaran Islam
yang dinamis inilah yang akan membentuk peradaban dunia sepanjang masa.
Disamping itu out put yang diharapkan sesuai dengan tri dharma Perguruan Tinggi
yang akan membentuk peradaban dunia.3. UIII didirikan
dengan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan
pemerintah serta Undang-Undang yang berada di atasnya dan tetap mengedepankan
kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia.4. Mahasiswa dan Dosen
UIII harus bisa memahami kebudayaan bangsa Indonesia yang penduduknya beragama
Islam telah memanifestasikan nilai nilai ajaran Islam secara dinamis.5. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa
sekolah/madrasah/perguruan tinggi berlabel internasional, siswa dan
mahasiswanya adalah dari kalangan orang-orang borjuis (kaya) walaupun ilmunya
pas-pasan dengan iaya pendidikan yang mahal. Hendaknya anggapan seperti itu
dihilangkan dengan kualitas yang ditunjukkan para mahasiswanya (baik input
maupun outputnya), yang berasal bukan hanya dari kalangan orang-orang berduit
saja.IV. Penutup Demikianlah makalah ini dibuat
dengan banyak kekurangan yang ada di dalamnya, karena keterbatasan wawasan dan
referensi serta waktu di dalam penyusunannya. Kami yakin dengan selesainya
makalah ini banyak saran dan kritik dari para pembaca, maka sudilah kiranya
untuk memberikan saran dan komentarnya agar lebih lengkap dan sempurnanya
makalah ini.
[1]
http://www.antaranews.com/berita/573354/telaah--uiii-dan-pusat-peradaban-islam,
diunduh tanggal 29 September 2016
[2] Ibid, diunduh
tanggal 29 September 2016
[3] http://setkab.go.id/terbitkan-pepres-pemerintah-resmi-dirikan-universitas-islam-internasional-indonesia/,
diunduh tanggal 29 September 2016
[4] Perpres RI No. 57 Tahun 2016, Pendirian
Universitas Islam Internasional Indonesia, diunduh tanggal 29 September
2016.
[5] UUD 1945 dan Amandemennya, Laras Media
Prima, edisi terbaru, Yogyakarta; hal.7.
[7] PP Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
Dan Pengelolaan Perguruan Tinggi, diunduh tanggal 29 September 2016,
halaman; 3
[8]
Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 tahun 2015 tentang Bentuk Dan Mekanisme
PendanaanPerguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, Bab I pasal 1 ayat 4, diunduh
tangal 29 September 2016.
[9]
Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, diunduh tanggal 29 September 2016, halaman; 1
[13] M.Furqon Hidayatullah,
Prof,Dr.,M.Pd, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa, Yuma Pustaka,
Surakarta 2010, halaman; 110
[14] Emha Ainun Nadjib, Nasionalisme
Muhammad (Islam Menyongsong Masa Depan), SIPRESS Yogyakarta cet.1, 1995;
halaman; 121
[15] Usman
Abu Bakar, Dr.Prof, Diktat Kuliah Filsafat Pendidikan Islam, Pasca
Sarjana IAIN Surakarta 2016.
[16] Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan
Terjemahnya,PT.Sinergi Pustaka Indonesia 2012, halaman; 756
[17]
Musa Asy’arie,Dr,Prof, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur’an,
Lembaga Studi Filsafat Islam, Yogyakarta 1992, halaman; 147
[19] Yunahar
Ilyas, Prof, Dr,Lc,MA, Cakrawala Al-Qur’an (Tafsir Tematis Tentang Berbagai
Aspek Kehidupan), Yogyakarta, 2015, halaman; 45.
Komentar