KHUTBAH JUMAT : TERLENA DENGAN KENIKMATAN DUNIA
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَاِركْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَاللهُ اُوصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَاالله اِتَّقُواللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah
Dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan sifat manusia yang cenderung
memiliki rasa cinta terhadap kenikmatan dunia.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ ٱلشَّهَوَٰتِ مِنَ ٱلنِّسَآءِ
وَٱلْبَنِينَ وَٱلْقَنَٰطِيرِ ٱلْمُقَنطَرَةِ مِنَ ٱلذَّهَبِ وَٱلْفِضَّةِ
وَٱلْخَيْلِ ٱلْمُسَوَّمَةِ وَٱلْأَنْعَٰمِ وَٱلْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَٰعُ
ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَٱللَّهُ عِندَهُۥ حُسْنُ ٱلْمَـَٔابِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang
baik (surga). (Q.S.Ali Imran: 14).
Memiliki kecintaan terhadap hal tersebut tentu tidak dilarang
karena itu merupakan fitrah manusia. Sebagai orang mukmin kita hanya dituntut
untuk bersikap waspada dan mengelola dengan sebaik-baiknya, serta efisien
dalam mempergunakan nikmat yang diberikan. Segala kenikmatan yang Allah
anugerahkan mesti disyukuri dan dipergunakan sebagai sarana untuk lebih
mendekatkan diri kepada-Nya. Rasulullah menyebutkan bahwa manusia sering kali
tidak mensyukuri nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Rasulullah saw
bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ
وَالْفَرَاغُ
“Ada dua nikmat di mana manusia banyak tertipu karenanya, yaitu
nikmat kesehatan dan kesempatan.”(H.R.al-Bukhari).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Ketika sehat, manusia lupa betapa pentingnya nikmat kesehatan
itu. Saat terbaring lemah, barulah sadar betapa berharganya nikmat sehat itu.
Begitu juga ketika memiliki waktu luang manusia tidak merasakan nikmatnya waktu
tersebut. Hari-harinya kadang hanya dihabiskan untuk berfoya-foya. Saat
semua itu telah hilang dari dirinya, barulah manusia menyadarai betapa
berharganya kenikmatan yang diberikan. Ketika sudah seperti itu, yang ada
hanyalah penyesalan dan harapan agar kesempatan itu bisa terulang kembali.
Tentu saja hal itu mustahil bisa terjadi, yang sudah berlalu tidak mungkin
kembali. Kesehatan dan kesempatan yang Allah berikan seharusnya dimanfaatkan
semaksimal mungkin dalam upaya melakukan ketaatan.
Ma’asyiral Muslimin
Rahimakumullah
Waktu begitu cepat berlalu. Oleh sebab itu, seyogyanya
hari-hari yang kita lalui selalu terisi dengan aktivitas-aktivitas yang
bermanfaat. Belum tentu kesempatan yang sama bisa kita dapatkan di
lain waktu. Lagi pula kita tidak tahu kapan ajal datang menjemput. Maka dari
itu, disiplin dalam bekerja dengan tidak menunda-nunda pekerjaan yang mungkin
dilakukan saat ini, merupakan metode yang tepat dalam penggunaan waktu.
Ungkapan Rasulullah “dimana manusia banyak tertipu karenanya”
dalam hadits diatas mengisyaratkan bahwa hanya sedikit manusia yang mampu
mempergunakan kedua nikmat itu secara optimal. Maka yang sedikit inilah
termasuk orang yang beruntung. Orang yang tidak bisa memanfaatkan dengan baik
kedua nikmat itu tergolong orang yang rugi. Dia tertipu dan terlena dengan
glamornya kenikmatan dunia yang semu, tanpa menyadari bahwa kehidupan di dunia
hanyalah sementara. Hal ini senada dengan firman Allah:
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“…Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih.”(Q.S.
Saba’:13)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Ketika fisik masih bugar dan kesempatan masih ada, apapun yang
kita inginkan bisa terlaksana dengan baik. Tapi, perlu diingat bahwa kesehatan
dan kesempatan tidak selamanya bisa kita nikmati. Ada kalanya kita ditimpa
sakit yang menyebabkan tersendatnya aktivitas sehari-hari. Ketika sakit
menimpa, maka tubuh akan terasa lemah, mata sulit terpejam, mulut tidak selera
makan dan kaki sulit untuk digerakkan kemana saja. Efeknya ibadah tidak bisa terlaksana
secara maksimal. Adakalanya juga kita disibukkan dengan rutinitas yang
melelahkan, menghadapi berbagai problematika kehidupan yang menguras tenaga dan
pikiran.
Selama nikmat
kesehatan dan kesempatan masih kita rasakan, maka selama itu pulalah hendaknya
kita habiskan untuk mengabdi kepada Allah. Itulah waktu yang tepat untuk
mempersiapkan amal sebanyak-banyaknya sebagai bekal perjalanan menuju alam
keabadian. Dunia merupakan ladang untuk bercocok tanam yang hasil panennya akan
diperoleh kelak di akhirat. Jangan sampai kesempatan yang kita miliki
terlewatkan dengan sia-sia, agar tidak menyesal di kemudian hari, karena
penyesalan pasti selalu datang di akhir.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Manusia yang terlena dengan kenikmatan dunia, akan selalu mengejar
dunia dengan berbagai cara. Orientasi hidupnya hanyalah untuk mengumpulkan
harta sebanyak-banyaknya. Hawa nafsu diperturutkan tanpa menyadari bahwa segala
kenikmatan itu hanyalah titipan sementara waktu, yang mesti dipelihara sebaik
mungkin. Semakin dia mengejar dunia, semakin menjauhkannya dari cahaya ilahi.
Ibarat minum air laut, semakin banyak diminum, akan semakin membuat dahaga.
Kesibukannya mengurus harta melalaikannya dari mengingat Allah dan mensyukuri
segala nikmat yang diberikan kepadanya.
Sebaliknya
hamba Allah yang saleh, akan memanfaatkan segala kenikmatan dunia sebagai alat
untuk memudahkannya menuju alam akhirat. Kemewahan dunia yang dimiliki tidak
menyebabkannya terlena dan terpedaya dengan bujuk rayu setan. Seluruh waktunya
didedikasikan untuk beramal sebanyak-banyaknya. Semakin bertambah kenikmatan
yang diberikan, semakin besar pula rasa syukurnya kepada Allah. Tiada hari yang
dilalui tanpa bermunajat dan bersyukur kepada Allah atas segala limpahan
karunia yang diberikan kepadanya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Di akhirat kelak seluruh kenikmatan itu akan dimintai
pertanggung jawaban. Ketika dikumpulkan di padang mahsyar, setiap manusia akan
diinterogasi terhadap apa saja yang telah dikerjakannya di dunia, selama
kesempatan hidup Allah berikan kepadanya. Amal perbuatan semuanya akan
diperlihatkan, tidak ada yang bisa mengelak dan berbobong dihadapan Allah. Baru
setelah itu diputuskan ketempat manakah ia akan tinggal; di surga yang penuh
kenikmatan atau neraka yang penuh siksaan. Semua tergantung pada amal
perbuatannya masing-masing
بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ
اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ،
أَمَّا بَعْدُ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Komentar